Penegakan Hukum Lingkungan

Tugas PKLH kadang bikin pusing. Tapi disini pusingnya bisa hilang. Kali ini penulis ingin membagi makalah penulis tentang hukum lingkungan semoga bermanfaat.

Pelestarian dan juga pengelolaan lingkungan merupakan salah satu isu krusial yang dari dulu hingga nanti akan tetap menjadi topik perbincangan hangat bagi kita semua. Namun selama ini hal ini hanya menjadi wacana dan juga retorika semata sehingga harus juga disertai tindakan yang konsisten dan berkelanjutan bukan tindakan masal yang hanya dilakukan saat-saat tertentu. Yang diperlukan di dalam proses pengelolaan serta pelestarian lingkungan hidup tidak hanya butuh kuantitas yang besar melainkan konsistesi yang Sustainable. Hal ini di karenakan lingkungan tidak hanya di manfaatkan saat ini saja,melainkan akan menjadi tempat hunian masyarakat luas selamanya. Mengingat pentingnya hal tersebut maka peran pemerintah mutlak sangatlah besar. Sebagai pelindung masyarakat,sudah semestinya pemerintah memiliki konsep paradigma berpikir yang peduli lingkungan.Tidak hanya itu,regulasi yang tepat akan menjadi penyelamat korelasi antara manusia dengan lingkungan yang manfaatnya akan kembali juga pada masyarakat itu sendiri.

 

Jika kita melihat kenyataan yang samapai saat ini masih terjadi  maka akan kita ketahui bahwa di dalam mainstream pemikiran sebagaian besar masyarakat yang berkembang, lingkungan hidup diperlakukan sekedar sebagai obyek manajemen. Sementara itu kita tahu bahwa misi dari manajemen adalah pemuasan kepentingan para subyeknya yaitu manusia. Namun perlu kit ketahui bersama bahwa lingkungan tidak memiliki makna atau nilai (value) lebih dari sekedar alat pemuas umat manusia. Dalam kepungan utilitarianism ini menejemen lingkungan hidup terjebak dalam suatu paradoks. Di satu sisi manajemen lingkungan hidup berusaha menekan kerusakan lingkungan hidup, di sisi lain keserakahan umat tetap diumbar. Lebih dari itu, fokus perhatian kita pada dimensi managerial dalam pengelolaan lingkungan hidup telah menjadikan kita lalai terhadap kenyataan bahwa kemapaanan sistem manajemen sebetulnya juga menyimpan kemampuan umat manusia untuk menghasilkan kerusakan sistemik.

Semakin terorganisir suatu tatanan sosial, semakin sistemik masyarakat tersebut mengubah alam dan efek yang ditimbulkan juga semakin kompleks. Paradigma yang mengacu pada konsep Sustainable merupakan suatu proses perubahan yang terencana yang didalamya terdapat keselarasan serta peningkatan potensi masa kini dan masa depan untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia. Hal ini berarti bahwa konsep Sustainable dapat menjamin adanya pemerataan dan keadilan sosial yang ditandai dengan lebih meratanya akses peran dan kesempatan. Sustainable lingkungan menekankan pada adanya keterbatasan lingkungan sehingga penting untuk dilindungi dan dilestarikan untuk keberlanjutan hidup generasi yang akan datang, sehingga penting untuk menciptakan suatu sisten kinerja pengelolaan lingkungan yang memiliki koridor Sustainable. Paradigma Sustainable lingkungan juga mengacu pada konsep keadilan yang dimaknai dengan adanya keterwakilan dan pendistribusiannya, terkait dengan bagaimana kebijakan dalam pengelolaan lingkungan hidup dapat menjadi suatu regulasi yang benar-benar mewakili aspirasi dari masyarakat luas. Melalui konsep regulasi yang jelas serta kepedulian lingkungan yang tinggi, diharapkan nantinya tercipta peningkatan kualitas kehidupan dan kesejahteraan generasi masa kini tanpa mengabaikan kesempatan generasi masa depan memenuhi kebutuhannya

Paradigma umum berikutnya adalah yang mengacu pada konsep partisipatif. Konsep ini menekankan pada pentingnya pelibatan dari berbagai pihak terkait terutama masyarakat, dimana didasari dengan adanya kesetaraan dan kebersamaan dalam pengelolaan lingkungan. Diharapkan dengan adanya partisipasi dari berbagai pihak, lingkungan dapat dikelola dengan efektif dan efisien. Mengacu pada kedua paradigma ini, maka perlu ada regulasi hukum yang jelas terkait kepada pengelolaan lingkungan hidup terutama dalam hal pelaksanaannya.

 

Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup. Sumber daya alam seperti air, udara, tanah, hutan dan lainnya merupakan sumberdaya yang penting bagi kelangsungan hidup mahkluk hidup termasuk manusia. Bahkan, SDA ini tidak hanya mencukupi kebutuhan hidup manusia, tetapi juga dapat memberikan kontribusi besar terhadap kesejahteraan yang lebih luas. Namun, semua itu bergantung pada bagaimana pengelolaan SDA tersebut, karena pengelolaan yang buruk berdampak pada kerugian yang akan ditimbulkan dari keberadaan SDA, misalnya dalam bentuk banjir, pencemaran air, dan sebagainya.

Hakekat Hukum Lingkungan

Setiap aspek kehidupan perlu dan harus diatur dan dimasukkan ke dalam peraturan dan juga hukum. Begitu juga berbagai hal tentang lingkungan yang sudah diatur di dalam Hukum Lingkungan. Hukum lingkungan dalam bidang ilmu hukum, merupakan salah satu bidang ilmu hukum yang paling strategis karena hukum lingkungan mempunyai banyak segi yaitu segi hukum administrasi, segi hukum pidana, dan segi hukum perdata (wikipedia, 2011). Karena mampu dibahas dan juga dapat dipandang dari berbagi segi hukum maka secara otomatis hukum lingkungan memiliki aspek yang lebih kompleks. Sehingga untuk mendalami hukum lingkungan itu sangat mustahil apabila dilakukan seorang diri, karena kaitannya yang sangat erat dengan segi hukum yang lain yang mencakup pula hukum lingkungan di dalamnya.

Dalam pengertian sederhana, hukum lingkungan diartikan sebagai hukum yang mengatur tatanan lingkungan (lingkungan hidup), di mana lingkungan mencakup semua benda dan kondisi, termasuk di dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya yang terdapat dalam ruang di mana manusia berada dan memengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan manusia serta jasad-jasad hidup lainnya. Di dalam perkembangannya hukum lingkungan dapat dipisahkan perkembangannya menjadi dua yaitu hukum lingkungan modern dan juga hukum lingkungan klasik.

Dalam hukum lingkungan modern, ditetapkan ketentuan dan norma-norma guna mengatur tindak perbuatan manusia dengan tujuan untuk melindungi lingkungan dari kerusakan dan kemerosotan mutunya demi untuk menjamin kelestariannya agar dapat secara langsung terus-menerus digunakan oleh generasi sekarang maupun generasi-generasi mendatang (wikipedia,2011). Hukum Lingkungan modern berorientasi pada lingkungan, sehingga sifat dan waktunya juga mengikuti sifat dan watak dari lingkungan itu sendiri dan dengan demikian lebih banyak berguru kepada ekologi. Dengan orientasi kepada lingkungan ini, maka Hukum Lingkungan Modern memiliki sifat utuh menyeluruh atau komprehensif integral, selalu berada dalam dinamika dengan sifat dan wataknya yang luwes.

Sebaliknya Hukum Lingkungan Klasik menetapkan ketentuan dan norma-norma dengan tujuan terutama sekali untuk menjamin penggunaan dan eksploitasi sumber-sumber daya lingkungan dengan berbagai akal dan kepandaian manusia guna mencapai hasil semaksimal mungkin, dan dalam jangka waktu yang sesingkat-singkatnya. Hukum Lingkungan Klasik bersifat sektoral, serta kaku dan sukar berubah. Ruang lingkupnya berkaitan dengan dan ditentukan oleh ruang lingkup pengelolaan lingkungan. Mengingat pengelolaan lingkungan dilakukan terutama oleh Pemerintah, maka Hukum Lingkungan sebagian besar terdiri atas Hukum Pemerintahan (wikipedia 2011).

Dalam pelaksanaan dan juga implementasinya hukum lingkungan merupakan instrumentarium yuridis bagi pengelolaan lingkungan hidup, dengan demikian hukum lingkungan pada hakekatnya merupakan suatu bidang hukum yang terutama sekali dikuasai oleh kaidah-kaidah hukum tata usaha negara atau hukum pemerintahan. Untuk itu dalam pelaksanaannya aparat pemerintah perlu memperhatikan “Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik” . Hal ini dimaksudkan agar dalam pelaksanaan kebijaksanaannya tidak menyimpang dari tujuan pengelolaan lingkungan hidup ( wikipedia, 2011).

Bentuk Penegakan Hukum Melalui Hukum Lingkungan

Mewujudkan supremasi hukum melalui upaya penegakan hukum serta konsisten akan memberikan landasan kuat bagi terselenggaranya pembangunan, baik dibidang ekonomi, politik, sosial budaya, pertahanan keamanan. Namun dalam kenyataan untuk mewujudkan supremasi hukum tersebut masih memerlukan proses dan waktu agar supremasi hukum dapat benar-benar memberikan implikasi yang menyeluruh terhadap perbaikan pembangunan nasional.

Dalam hubungan dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, penegakan hukum dibidang lingkungan hidup dapat diklasifikasikan kedalam 3 (tiga) kategori yaitu :

  1. Penegakan hukum Lingkungan dalam kaitannya dengan Hukum Administrasi / Tata Usaha Negara.
  2. Penegakan Hukum Lingkungan dalam kaitannya dengan Hukum Perdata.
  3. Penegakan Hukum Lingkungan dalam kaitannya dengan Hukum Pidana.

Selama ini pemerintah harus memberikan sanksi administrasi yang merupakan suatu upaya hukum yang harus dikatakan sebagai kegiatan preventif oleh karena itu sanksi administrasi perlu ditempuh dalam rangka melakukan penegakan hukum lingkungan. Disamping sanksi-sanksi lainnya yang dapat diterapkan seperti sanksi pidana (Heri Murdianto,2009).

Upaya penegakan sanksi administrasi oleh pemerintah secara ketat dan konsisten sesuai dengan kewenangan yang ada akan berdampak bagi penegakan hukum, dalam rangkan menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup. Hal senada juga disampaikan Taufiq Nugroho, S.H.dalam artikel yang berjudul Hukum Lingkungan bahwa penegakan sanksi administrasi merupakan garda terdepan dalan penegakan hukum lingkungan (primum remedium). Jika sanksi administrasi dinilai tidak efektif, barulah sarana sanksi pidana digunakan sebagai senjata pamungkas (ultimum remedium).

Ini berarti bahwa kegiatan penegakan hukum pidana terhadap suatu tindak pidana lingkungan hidup baru dapat dimulai apabila :

  1. Aparat yang berwenang telah menjatuhkan sanksi administrasi dan telah menindak pelanggar degan menjatuhkan suatu sanksi administrasi tesebut, namun ternyata tidak mampu menghentikan pelanggaran yang terjadi, atau.
  2. Antara perusahaan yang melakukan pelanggaran dengan pihak masyarakat yang menjadi korban akibat terjadi pelanggaran, sudah diupayakan penyelesaian sengketa melalui mekanisme altenatif di luar pengadilan dalam bentuk musyawarah / perdamaian / negoisasi / mediasi, namun upaya yang dilakukan menemui jalan buntu, dan atau litigasi melalui pengadilan pedata, namun upaya tersebut juga tidak efektif, baru dapat digunakan instrumen penegakan hukum pidana lingkungan hidup (Yunial Laili Mutiari, 2005)

Berdasarkan jenisnya ada beberapa jenis sanksi administaratif yaitu

  1. Bestuursdwang (paksaan pemerintahan)

Diuraikan sebagai tindakan-tindakan yang nyata dari pengusaha guna mengakhiri suatu keadaan yang dilarang oleh suatu kaidah hukum administrasi atau (bila masih) melakukan apa yang seharusnya ditinggalkan oleh para warga karena bertentangan dengan undang-undang.

  1. Penarikan kembali keputusan (ketetapan) yang menguntungkan (izin pembayaran, subsidi).

Penarikan kembali suatu keputusan yang menguntungkan tidak selalu perlu didasarkan pada suatu peraturan perundang-undangan. Hal ini tidak termasuk apabila keputusan(ketetapan) tersebut berlaku untuk waktu yang tidak tertentu dan menurut sifanya “dapat diakhiri” atau diatrik kembali (izin, subsidi berkala). (Yunial Laili Mutiari, 2005)

Instrument kedua yang diberlakukan setelah sanksi administrative tidak diindahakan oleh pelaku pelanggara atau kejahatan lingkungan hidup adalah pengguna instrument perdata dan pidana , kedua instrument sangsi hukum ini biasa gunakan secara pararel maupun berjalan sendiri sendiri.

Penerapan sanksi pidana tersebut bisa saja terjadi karena pemegang kendali penerapan instrument sanksi pidana adalah aparat penegak hukum dalam hal ini Penyidik Pegawai Negeri (PPNS) yang berada tingkat pusat dalam hal ini di Kementrian Negara Lingkungan Hidup atau Instansi Lingkungan Hidup Daerah dan Penyidik Kepolisian RI hal ini sebagai mana diatau dalam ketentuan UU Nomor 23 Tahun 1997 pasal Pasal 40

Sedangkan penerapan instrument perdata biasa dilakukan oleh pemerintah maupun Masyarakat dan organisasi yang konsen terhadap lingkungan hidup yang mempunyai Hak Untuk Mengajukan Gugatan yang di atu dlam ketentuan Pasal 37, Pasal 38 dan Pasal 39 UU Nomor 23 Tahun 1997 mekanismenya bisa dengan mengajukan gugatan perdata biasa secara perorangan amapun secara class action (perwakilan)

Sedangkan utuk gugatan legal stending yang didasarkan pada suatu asumsi bahwa LSM sebagai guardian/wali dari lingkungan (Stone;1972). Teori ini memberikan hak hukum (legal right) kepada obyek-obyek alam (natural objects). Dalam hal terjadi kerusakan atau pencemaran lingkungan, maka LSM dapat bertindak sebagai wali mewakili kepentingan pelestarian lingkungan tersebut.

Peran Hukum Lingkungan

Hukum lingkungan diperlukan sebagai alat pergaulan sosial dalam masalah lingkungan. Perangkat hukum dibutuhkan dalam rangka menjaga supaya lingkungan dan sumber daya alam dimanfaatkan sesuai dengan daya dukung atau kondisi kemampuan lingkungan itu sendiri. Dalam hukum lingkungan diatur tentang obyek dan subyek, yang masing-masing adalah lingkungan dan manusia. Lingkungan hidup sebagai obyek pengaturan dilindungi dari perbuatan manusia supaya interaksi antara keduanya tetap berada dalam suasana serasi dan saling mendukung.

Lingkungan hidup memberi fungsi yang amat penting dan mutlak bagi manusia. Begitu pula, manusia dapat membina atau memperkokoh ketahanan lingkungan melalui budi, daya, dan karsanya. Menurut ilmu ekologi, semua benda termasuk semua makhluk hidup, daya, dan juga keadaan memiliki nilai fungsi ekosistem, yakni berperan mempengaruhi kelangsungan kehidupan manusia dan makhluk hidup lain. Dengan demikian tidak ada yang tidak bernilai dalam pengertian lingkungan hidup karena satu dengan lainnya memiliki kapasitas mempengaruhi dalam pola ekosistem.

Lingkungan hidup sebagai salah satu aspek kebutuhan manusia, dimana dalam memenuhi kebutuhan tersebut manusia berhadapan atau melibatkan baik secara perseorangan maupun antar manusia dan kelompok. Dalam interaksi manusia, baik terhadap lingkungan hidupnya maupun dengan sesamanya (antar manusia) dengan sasaran lingkungan atau sumber-sumber alam, memerlukan hukum sebagai sarana pengaturan masyarakat.

Pengaturan dapat berwujud dalam bentuk apa yang boleh diperbuat yang disebut dengan hak, dan apa pula yang terlarang atau tidak boleh dilakukan, yang disebut dengan kewajiban oleh setiap subyek hukum. Pengaturan hukum selain sebagai alat pengatur ketertiban masyarakat (law as a tool of social order), juga sebagai alat merekayasa atau membarui masyarakat (law us a tool of sosial engineering).

Dengan demikian, Hukum Lingkungan disini mengandung manfaat sebagai pengatur interaksi manusia dengan lingkungan supaya tercapai keteraturan dan ketertiban (social order). Sesuai dengan tujuannya yang tidak hanya semata-mata sebagai alat ketertiban, maka Hukum Lingkungan mengandung pula tujuan-tujuan kepada pembaruan masyarakat (social engineering). Hukum sebagai alat rekayasa sosial sangat penting artinya dalam hukum lingkungan. Karena dengan Hukum Lingkungan yang memuat kandungan demikian, masyarakat dalam interaksinya dengan lingkungan dapat diarahkan untuk menerima dan merespons prinsip-prinsip pembangunan dan kemajuan. Misalnya, suatu proyek pembangunan energi dari alam seperti PLTA, atau pemanfaatan lahan untuk kepentingan umum, diatur dengan undang-undang atau peraturan yang di dalamnya terdapat nilai atau prinsip yang mendorong pembaruan masyarakat.

Kendala Pelaksanaan Hukum Lingkungan

Persoalan lingkungan hidup bagi negara berkembang seperti Indonesia dilematis bagaikan buah simalakama. Di satu sisi terdapat tuntutan melaksanakan pembangunan yang berdampak terhadap lingkungan, di sisi lain harus melakukan upaya-upaya kelestarian lingkungan. Solusinya, dalam melaksanakan pembangunan praktis sekaligus meningkatkan mutu lingkungan.

Upaya memupuk disiplin lingkungan amat urgen dalam artian menaati aturan yang berlaku sebagai solusi dalam menangani problem lingkungan yang kian marak. Pada prinsipnya, setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian lingkungan hidup, mencegah, dan menanggulangi pencemaran serta perusakan lingkungan hidup.

Karena itu, setiap kegiatan yang berakibat pada kerusakan lingkungan, seperti pencemaran lingkungan dan pembuangan zat berbahaya (B3) melebihi ambang batas baku mutu bisa dikategorikan sebagai perbuatan yang bertentangan dengan hukum, sehingga dapat dikenai sanksi, baik sanksi administrasi, perdata, maupun pidana (Agus Wariyanto,2010).

Hingga kini problem lingkungan terus menjadi isu yang selalu aktual dan belum tertanggulangi, terlebih di era reformasi yang tak luput pula dari tuntutan demokratisasi dan transparansi. Dalam rangka mengantisipasi kian meluasnya dampak kontraproduktif terhadap lingkungan, khususnya akibat perkembangan dunia industri yang pesat, maka penegakan hukum di bidang lingkungan hidup menjadi mutlak diperlukan.

Selain itu upaya menegakkan hukum lingkungan dewasa ini memang dihadapkan sejumlah kendala seperti:

  1. Pertama, masih terdapat perbedaan persepsi antara aparatur penegak hukum dalam memahami dan memaknai peraturan perundang-undangan yang ada.
  1. Kedua, biaya untuk menangani penyelesaian kasus lingkungan hidup terbatas.
  1. Ketiga, membuktikan telah terjadi pencemaran atau perusakan lingkungan bukanlah pekerjaan mudah. Era reformasi dapat dipandang sebagai peluang yang kondusif untuk mencapai keberhasilan dalam penegakan hukum lingkungan.Ke depan, perlu exit strategy sebagai solusi penting yang harus diambil oleh pemegang policy dalam penyelamatan fungsi lingkungan hidup.

–          Pertama, mengintensifkan keterpaduan dan koordinasi antarsektor terkait dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.

–          Kedua, adanya sanksi yang memadai (enforceability) bagi perusahaan yang membandel dalam pengelolaan limbah sesuai dengan aturan yang berlaku. Jika ada indikasi tindak pidana, aparat penegak hukum dapat menindak tegas para pelaku/penanggung jawab kegiatan seperti diatur dalam Pasal 41-48 UU 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

  1. Keempat, adanya partisipasi publik, transparansi, dan demokratisasi dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup patut ditingkatkan. Pengelolaan lingkungan hidup akan terkait tiga unsur, yaitu pemerintah, pengusaha, dan masyarakat. Pada gilirannya, dalam pengelolaan lingkungan hidup setiap orang mempunyai hak yang sama untuk menikmati lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Untuk itu, sudah saatnya penegakan hukum bagi setiap usaha dan aktivitas yang membebani lingkungan diintensifkan agar kelestarian fungsi lingkungan hidup bisa terjaga dengan baik.

 

Simpulan

Berdasarkan pembahssan dan juga pemaparan yang sudah disampaikan diatas maka penulis dapat menyimpulkan beberapa hal mengenai penegakan hukum melalui hukum lingkungan. Simpulan yang dapat kami tarik anatara lain adalah:

3.1.1    Hakekat hukum lingkungan  secara sederhana adalah seperangkat aturan yang mengatur tatanan lingkungan dalam hal ini lingkungan hidup dimana lingkungan dapat diartikan sebagai semua benda dan kondisi yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup dan kesejahteraan manusia dan makhluk hidup lainnya. Dalam perkembangannya hukum lingkungan dapat dibedakan menjadi 2 yaitu hukum lingkungan modern dan juga hukum lingkungan klasik.

3.1.2    Bentuk penegakan hukum lingkungan yang digunakan di Indonesia adalah yang pertama penegakan melalui istrumen administratif yang apabila tidak mampu menyelesaikan permasalahan dan juga tidak diindahkan oleh pelaku pelanggara atau kejahatan lingkungan hidup adalah penggunaan instrumen perdata dan pidana , yang mana kedua instrument sanksi hukum ini biasa gunakan secara pararel maupun berjalan sendiri sendiri.

3.1.3        Hukum lingkungan diperlukan dan dibutuhkan dalam rangka menjaga supaya lingkungan dan sumber daya alam dimanfaatkan sesuai dengan daya dukung atau kondisi kemampuan lingkungan itu sendiri.

 

3.1.4        Yang menjadi kendala di dalam penegakan dan juga pengimplementasian hukum lingkungan antara lain antara adalah perbedaan persepsi antara aparatur penegak hukum dalam memahami dan memaknai peraturan perundang-undangan yang ada, biaya untuk menangani penyelesaian kasus lingkungan hidup terbatas, membuktikan telah terjadi pencemaran atau perusakan lingkungan bukanlah pekerjaan mudah, dan yang terakhir adalah kurangnya partisipasi publik, transparansi, dan demokratisasi dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup

           

 

 

 

Leave a comment