Makna Tumpek

Karena hari ini adalah hari penting bagi umat Hindu di Bali maka saya akan membagi sedikit informasi tentang makna tumpek yang didapat dari web parisada. silahkan dipelajari.sumber: www.dreamvacationsbali.com

 

Umat Hindu (khususnya di Bali) sering merayakan “Tumpek” yang biasanya jatuh pada hari Sabtu. Umat Hindu sendiri mengenal berbagai macam Tumpek dengan tujuan yang berbeda pula.

 

Tumpek berasal dari kata Tumampek, yang artinya mendekatkan diri kepada Sang Maha Pencipta dengan jalan mensyukuri segala ciptaannya baik yang kita nikmati secara langsung maupun tidak langsung.

TU = metu dan

Pek = berakhir

Jadi Tumpek berarti merupakan Awal dan juga akhir.

Tumpek sangat erat kaitannya dengan Kalender Hindu di Bali yang merupakn gabungan dari Caka Surya Pramana dan Chandra Pramana serta Wuku yang kita kenal sebanyak tiga puluh wuku, selain wuku ada juga syclus lain yaitu Saptawara dan Pancawara.

Sehingga antara Sapta wara terakhir Saniscara ketemu dengan Pancawara terakhir ( kliwon ) maka syclus inilah kemudian disebut tumpek, yg datangnya setiap 35 hari 1 X.

Tumpek akan bertemu setiap akhir wuku Saniscara (Sapta wara ) dan akhir Pancawara Kliwon, inilah yang kemudian disebut denga awal dan akhir dalam istilah Hindu disebut Utpeti, Stiti dan Prelina, yang kemudian diambilah Utpeti dan Prelina ( Tum-Pek )

BERMACAM MACAM TUMPEK

  • Tumpek Landep.

Bersyukur kepada Hyang Maha Pencipta dalam manifestasinya sebagai Hyang Pasupati atas ciptaanya, sehingga atas analisys dari manusia menggunakan ketajaman Jnananya sehingga berhasilah mengolah logam logam yang dipergunakan untuk melancarkan usahanya dalam menunjang kehidupan sehari-hari, sehingga lazimnya pada tumpek ini sepertinya di katagorykan sebagai sarwa sanjata-senjatanyapun yang dari Logam, pada hal yang utama bagaimana ketajaman dari Jnanam kita yang di anugrahi oleh sang maha pencipta.

  • Tumpek Wariga (Pengatag/Uduh).

Bersyukur kepada Hyang Maha Pencipta dalam manifestasinya sebagai Hyang Sangkara atas ciptaanya, atas analisys manusia serta usahanya untuk mengolah tumbuh tumbuhan sedemikian rupa, sehingga memberikan makna dan berhasil guna untuk memenuhi kehidupan sehari-hari.

  • Tumpek Kuningan.

Bersyukur kepada Hyang Maha Pencipta dalam manifestasinya sebagai Hyang Ista Dewata atas ciptaanya, sehingga kita sebagai manusia bisa melakukan penghormatan kepada Raje-Dewata dan Dewati atas jasa yang telah diberikan kepada kita, sehingga kita bisa meneruskan cita cita para leluhur semasa hidupnya.

  • Tumpek Klurut.

Bersyukur kepada Hyang Maha Pencipta dalam manifestasinya sebagai Hyang Aji Gurnita atas ciptaanya, sehingga atas analisys & usaha manusia bisa menikmati kesenangannya dalam Keindahan dan seni.

  • Tumpek Uye (kandang).

Bersyukur kepada Hyang Maha Pencipta dalam manifestasinya sebagai Hyang Rare angon atas ciptaanya, sehingga atas analisys dan usaha manusia bisa memanfaatkan jasa-jasa dari hewan / binatang baik yang dinikmati langsung maupun yang dikerjakan.

  • Tumpek Wayang.

Bersyukur kepada Hyang Maha Pencipta dalam manifestasinya sebagai Hyang Iswara atas ciptaanya, sehingga atas analisys dan usahanya manusia mampu untuk berkreasi dalam mewujudkan Aikyam, Ciwam, Sundaram.

Sumber : Parisada Hindu Dharma Indonesia, http://www.parisada.org

Umat Hindu (khususnya di Bali) sering merayakan “Tumpek” yang biasanya jatuh pada hari Sabtu. Umat Hindu sendiri mengenal berbagai macam Tumpek dengan tujuan yang berbeda pula.

Tumpek berasal dari kata Tumampek, yang artinya mendekatkan diri kepada Sang Maha Pencipta dengan jalan mensyukuri segala ciptaannya baik yang kita nikmati secara langsung maupun tidak langsung.

TU = metu dan

Pek = berakhir

Jadi Tumpek berarti merupakan Awal dan juga akhir.

Tumpek sangat erat kaitannya dengan Kalender Hindu di Bali yang merupakn gabungan dari Caka Surya Pramana dan Chandra Pramana serta Wuku yang kita kenal sebanyak tiga puluh wuku, selain wuku ada juga syclus lain yaitu Saptawara dan Pancawara.

Sehingga antara Sapta wara terakhir Saniscara ketemu dengan Pancawara terakhir ( kliwon ) maka syclus inilah kemudian disebut tumpek, yg datangnya setiap 35 hari 1 X.

Tumpek akan bertemu setiap akhir wuku Saniscara (Sapta wara ) dan akhir Pancawara Kliwon, inilah yang kemudian disebut denga awal dan akhir dalam istilah Hindu disebut Utpeti, Stiti dan Prelina, yang kemudian diambilah Utpeti dan Prelina ( Tum-Pek )

BERMACAM MACAM TUMPEK

  • Tumpek Landep.

Bersyukur kepada Hyang Maha Pencipta dalam manifestasinya sebagai Hyang Pasupati atas ciptaanya, sehingga atas analisys dari manusia menggunakan ketajaman Jnananya sehingga berhasilah mengolah logam logam yang dipergunakan untuk melancarkan usahanya dalam menunjang kehidupan sehari-hari, sehingga lazimnya pada tumpek ini sepertinya di katagorykan sebagai sarwa sanjata-senjatanyapun yang dari Logam, pada hal yang utama bagaimana ketajaman dari Jnanam kita yang di anugrahi oleh sang maha pencipta.

  • Tumpek Wariga (Pengatag/Uduh).

Bersyukur kepada Hyang Maha Pencipta dalam manifestasinya sebagai Hyang Sangkara atas ciptaanya, atas analisys manusia serta usahanya untuk mengolah tumbuh tumbuhan sedemikian rupa, sehingga memberikan makna dan berhasil guna untuk memenuhi kehidupan sehari-hari.

  • Tumpek Kuningan.

Bersyukur kepada Hyang Maha Pencipta dalam manifestasinya sebagai Hyang Ista Dewata atas ciptaanya, sehingga kita sebagai manusia bisa melakukan penghormatan kepada Raje-Dewata dan Dewati atas jasa yang telah diberikan kepada kita, sehingga kita bisa meneruskan cita cita para leluhur semasa hidupnya.

  • Tumpek Klurut.

Bersyukur kepada Hyang Maha Pencipta dalam manifestasinya sebagai Hyang Aji Gurnita atas ciptaanya, sehingga atas analisys & usaha manusia bisa menikmati kesenangannya dalam Keindahan dan seni.

  • Tumpek Uye (kandang).

Bersyukur kepada Hyang Maha Pencipta dalam manifestasinya sebagai Hyang Rare angon atas ciptaanya, sehingga atas analisys dan usaha manusia bisa memanfaatkan jasa-jasa dari hewan / binatang baik yang dinikmati langsung maupun yang dikerjakan.

  • Tumpek Wayang.

Bersyukur kepada Hyang Maha Pencipta dalam manifestasinya sebagai Hyang Iswara atas ciptaanya, sehingga atas analisys dan usahanya manusia mampu untuk berkreasi dalam mewujudkan Aikyam, Ciwam, Sundaram.

Sumber : Parisada Hindu Dharma Indonesia, http://www.parisada.org

Leave a comment